JON.com – Cerita rakyat adalah warisan budaya berharga dari masa lalu yang mengajarkan tentang nilai-nilai dan kebijaksanaan yang diperoleh oleh leluhur. Cerita ini, bukan sekadar kumpulan kata-kata yang diceritakan oleh nenek moyang.
Cerita rakyat mencerminkan akar budaya dan identitas suatu masyarakat. Setiap cerita adalah jendela ke masa lalu, menawarkan wawasan tentang bagaimana manusia merasakan dunia di masa lalu, serta pelajaran moral yang tetap relevan di zaman modern.
Sebagai contoh, cerita rakyat Malin Kundang. Cerita ini mengingatkan tentang pentingnya menghormati orang tua dan menjauhi kesombongan. Selain Malin Kudang ternyata masih banyak cerita rakyat dari berbagai daerah di Nusantara. Apakah detikers tertarik untuk mengetahui contoh cerita rakyat pendek dari berbagai daerah? Jika tertarik, silakan baca detailnya berikut ini:
Dilansir dari buku Rangkuman 100 Cerita Rakyat Indonesia Dari Sabang sampai Merauke oleh Irwan Shouf dan buku 108 Cerita Rakyat Terbaik Asli Nusantara oleh Marina Asril Reza, ini dia 20 contoh cerita rakyat pendek dari berbagai daerah di Nusantara.
1. Asal Usul Tari Guel (Aceh)
Suatu hari kakak beradik putra Sultan Johor, Malaysia yaitu Muria dan Sangede sedang menggembala itik di tepi laut sambil bermain layang-layang. Tiba-tiba datang badai dahsyat sehingga benang layang-layang mereka pun putus. Mereka berusaha mengejar layang-layang tersebut sehingga lupa terhadap itik-itiknya.
Setiba di rumah, ayah mereka menyuruh untuk mencari itik dan tidak boleh kembali tanpa berhasil menemukannya. Berbulan-bulan mereka berjalan mencari itik hingga sampai di Kampung Serule. Mereka dibawa oleh orang kampung menghadap ke istana Raja Serule. Di luar dugaan, mereka malah diangkat anak oleh baginda raja.
Karena kesaktian kedua anak tersebut, rakyat Serule hidup makmur, aman, dan sentosa. Hal ini membuat Raja Linge iri dan gusar, sehingga mengancam akan membunuh kedua anak tersebut. Malang bagi Muria, ia berhasil dibunuh.
Suatu hari, para raja berkumpul di istana Sultan Aceh untuk mempersembahkan upeti kepadanya. Saat itu sangede ikut datang juga dan sambil menunggu ayah angkatnya, ia menggambar seekor gajah yang berwarna putih. Lukisan Sangede ini menarik perhatian Putri Sultan yang kemudian meminta dicarikan gajah seperti pada gambar. Saat itu juga Sultan memerintahkan Raja Serule dan Raja Linge untuk menangkap gajah putih tersebut guna dipersembahkan kepada Sultan.
Pagi harinya, Sangede dan Raja Serule pergi ke Samarkilang seperti perintah dalam mimpi Sangede. Benar juga, mereka menemukan gajah putih sedang berkubang di pinggiran sungai. Sangede dan Raja Serule mengenakan tali di tubuh gajah dan saat akan menghelanya, gajah putih itu lari sekuat tenaga. Setelah berhasil mengejarnya mereka berinisiatif untuk bernyayi-nyanyi sambil menari untuk menarik perhatian gajah putih. Di luar dugaan, gajah putih itu tertarik dan mau mengikuti gerakan-gerakan mereka. Mereka terus menari sambil berjalan agar gajah itu mau mengikuti langkah mereka. Gajah itu pun mengikuti Sangede dan raja Serule yang terus menari hingga akhirnya berhasil tiba di istana. Tarian itu disebut tarian Guel hingga sekarang.
2. Asal Usul Danau Toba (Sumatera Utara)
Di suatu daerah di Sumatra Utara, hiduplah seorang pemuda. Suatu hari ia pergi memancing. Setelah cukup lama ia melemparkan pancing, tak seekor ikan pun yang menyentuh umpannya. Pemuda itu mencoba sekali melemparkan pancingnya agak ke tengah sungai. Tiba tiba seekor ikan menyambarnya. Dengan susah payah pemuda itu menarik pancingnya hingga tampaklah seekor ikan besar tergantung di ujung tali pancingnya.
Dengan senang hati ia bergegas pulang ke rumah dan langsung membawa ikan itu ke dapur. Ketika hendak memanggang ikan itu, ternyata persediaan kayu bakar telah habis, la menuju kamar untuk mengambil persediaan bayu bakar. Saat kembali ke dapur, ikannya lenyap dan berganti dengan beberapa keping uang emas.
Dengan perasaan bingung, pemuda itu mengambil kepingan uang emas itu dan hendak menyimpannya di kamar. Betapa terkejutnya saat membuka pintu kamar, ia melihat seorang gadis yang sangat cantik yang ternyata adalah jelmaan dari ikan tadi. Gadis itu meminta untuk diperbolehkan tinggal di rumah itu. Akhirnya, mereka pun menikah dengan syarat sang pemuda bersumpah tidak akan pernah mengungkit asul-usulnya.
Setelah menikah, mereka dikaruniai seorang anak laki-laki. Suatu hari, ibunya menyuruh anak itu mengantarkan bungkusan nasi dan ikan panggang untuk ayahnya di ladang. Di tengah perjalanan, tiba-tiba anak itu merasa lapar, la pun berhenti dan memakan sebagian isinya. Sesampainya di ladang, ia segera menyerahkan bungkusan itu kepada ayahnya. Sang ayah pun murka melihat isinya. la murka sambil berkata, “Dasar anak keturunan ikan!” Anak itu pun pulang dan mengadukan kejadian itu pada ibunya.
Sang ibu pun sedih. Seketika itu pula sang ibu menyuruh anaknya agar naik ke puncak bukit dan la sendiri segera berlari menuju ke sungai. Saat ia berada di tepi sungai, cuaca yang semula cerah, tiba-tiba berubah menjadi gelap gulita. Langit bergemuruh disusul petir menyambar-nyambar disertai hujan yang sangat deras. Pada saat itulah, sang ibu segera melompat ke dalam sungai dan tiba-tiba berubah menjadi seekor ikan besar. Dalam sekejap, sungai itu banjir, menyebabkan genangan air yang luas dan akhirnya berubah menjadi sebuah danau yang sangat besar. Oleh masyarakat setempat, danau itu dinamakan Danau Toba.
3. Si Parkit Raja Parakeet (Aceh)
Konon, di tengah hutan belantara Aceh, hiduplah sekawanan burung parakeet yang hidup damai, tenteram, dan makmur. Kawanan burung tersebut dipimpin oleh seorang raja parakeet yang bernama si Parkit.Suatu hari datanglah seorang pemburu yang berniat menangkap mereka dengan cara memasang perekat. Si Parkit mengetahui niat jahat pemburu dan memberitahukan pada seluruh kawanan burung untuk berhati-hati.
Saat burung-burung itu keluar dari sarangnya untuk mencari makan, mereka terekat pada perekat si Pemburu. Mereka berusaha melepaskan diri tetapi sia-sia. Melihat kejadian itu, si Parkit menenangkan rakyatnya dan memberi tahu untuk berpura-pura mati saat pemburu melepaskan mereka dari perekatnya, agar si Pemburu itu nantinya tidak jadi mengambil mereka.
Ternyata cara itu dapat mengelabui si Pemburu dan saat lengah, kawanan burung tersebut melarikan diri. Si Pemburu pun kaget dan menyadari bahwa ia telah ditipu. Malangnya, si Parkit justru masih terjebak. Pemburu segera menghampirinya dan mengancam akan membunuhnya. Si Parkit yang ketakutan pun membujuk si Pemburu agar tidak membunuhnya dan berjanji akan bernyanyi setiap hari untuk menghibur pemburu.
Sejak saat itu, setiap hari si Parkit selalu bernyanyi. Banyak orang yang memuji kemerduan si Parkit, salah satunya Raja Aceh. Akhirnya, dengan menyerahkan sejumlah uang kepada pemburu, si Parkit menjadi milik raja. Ia dibawa ke istana, dimasukkan ke dalam sangkar emas, dan diberikan makanan enak setiap harinya.
Meskipun serba enak, si Parkit tetap ingin kembali ke hutan, agar ia bisa ter- bang bebas bersama rakyatnya. Si Parkit pun memikirkan cara untuk bisa keluar dari sangkar dan memutuskan untuk berpura-pura mati.
Suatu hari, petugas istana melaporkan kematian si Parkit pada raja. Sang raja pun sedih mendengar berita kematian itu. Namun, ketika hendak dikuburkan, si Parkit dengan cepat terbang setinggi-tingginya. Akhirnya si Parkit yang cerdik itu bisa kembali ke hutan. Kedatangan si Parkit pun disambut dengan meriah oleh rakyatnya.
4. Sabai nan Aluih (Sumatera Barat)
Alkisah, di Padang Tarok, hiduplah seorang raja yang bernama Rajo Babanding. Ia memiliki anak perempuan yang sangat cantik dan rajin bernama Sabai nan Aluih. Perangai dan kecantikannya terkenal hingga ke kampung lain, termasuk salah satunya di Kampung Situjuh, di mana ada teman baik Rajo Babanding sendiri, yaitu Rajo nan Panjang.
Mengetahui sahabatnya mempunyai anak gadis yang cantik jelita, Rajo nan Panjang mengirim utusannya untuk meminangnya. Namun, ternyata pinangannya ditolak dengan alasan Rajo nan Panjang seusia dengan sang ayah. la pun bersikukuh untuk melamar langsung. Setibanya di rumah Rajo Babanding, la malah diajak untuk berunding di luar rumah. Ia menyadari bahwa pinangannya ditolak secara halus dan dirinya ditantang untuk berkelahi.
Pada hari yang ditentukan, Rajo Babanding berangkat ke Padang Panahunan ditemani seorang pembantunya. Setibanya di sana tampak Rajo nan Panjang bersama seorang pengawalnya. Tanpa aba-aba lagi, perkelahian langsung terjadi. Pertarungan antara kedua orang pengawal tidak berlangsung lama. Keduanya jatuh terkapar di tanah dengan keris menancap di tubuh masing- masing. Pertarungan antara Rajo Babanding dengan Rajo nan Panjang terus berlangsung. Namun, tiba-tiba dari balik semak, seorang pengawal Rajo nan Panjang lainnya menembakkan peluru ke dada Rajo Babanding, sehingga ia tersungkur di tanah tak sadarkan diri.
Kebetulan, ada seorang gembala yang menyaksikan peristiwa itu dan mem beritahukan kepada Sabai nan Aluih. Mendengar itu, ia segera berlari menuju Padang Panahunan dengan membawa senapan. Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan Rajo nan Panjang bersama pengawalnya. Sabai marah sekali karena menganggap Rajo nan Panjang telah berbuat curang dalam perkelahian tersebut. Namun, Rajo nan Panjang malah tertawa mengejek.
Sabai nan Aluih tidak tahan, ia langsung menarik pelatuk senapannya. Seketika itu pula, Rajo nan Panjang terjatuh ke tanah. Sedangkan pengawalnya langsung lari tunggang-langgang. Sabai nan Aluih segera menuju ke Padang Panahunan dan mendapati ayahnya sudah meninggal. Hatinya sangat sedih karena sang ayah telah pergi untuk selamanya.
5. Si Malin Kundang (Sumatera Barat)
Di pesisir pantai wilayah Sumatera hiduplah seorang anak laki-laki yang bernama Malin Kundang bersama ayah ibunya. Suatu hari ayahnya pergi meng- adu nasib ke negeri seberang dengan mengarungi lautan yang luas. Hampir setahun ayahnya tidak pernah kembali dan dikabarkan telah meninggal.
Sejak saat itu, ibunya yang mencari nafkah untuk mereka berdua. Malin anak yang cerdas walau kadang nakal. la suka mengejar ayam hingga suatu kali terjatuh dan meninggalkan bekas luka di lengannya.
Saat dewasa, Malin Kundang merasa kasihan dengan ibunya yang sudah tua tetapi tetap bekerja. la pun menyampaikan niatnya untuk mencari nafkah di negeri seberang. Walaupun awalnya ibunya tidak setuju, tapi akhirnya ia tetap mengizinkannya untuk pergi. Di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang diserang oleh bajak laut. Malin Kundang sangat beruntung dirinya selamat dan tidak dibunuh karena Malin bisa bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu.
Malin Kundang terkatung-katung di tengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan sisa tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai. Selanjutnya, Malin menetap di desa itu dan bekerja dengan gigih dan ulet. Malin pun menjadi kaya raya dan ia pun telah mempersunting seorang gadis. Berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah menikah sampai juga ke- pada ibunya. Ibu Malin Kundang merasa bersyukur anaknya telah berhasil.
Suatu hari Malin dan istrinya melakukan pelayaran ke kampungnya dengan kapal yang besar dan indah disertai anak buah kapal serta pengawalnya. Saat Malin turun dari kapal, ibunya berdiri cukup dekat dan meyakini bahwa itu anaknya karena ia melihat bekas luka di lengannya. Ia pun segera memeluk Malin, tetapi dengan kasarnya Malin melepaskan pelukan. Bahkan, mendorongnya, menghinanya, serta tidak mengakui bahwa wanita itu ibunya. Ibu Malin sangat sedih dan marah. Karena itu ia segera menengadahkan tangan, “Oh Tuhan, kalau benar la anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu”. Tidak berapa lama kemudian angin bergemuruh kencang dan badai dahsyat. Tubuh Malin Kundang pun perlahan kaku dan menjadi sebuah batu karang.
6. Asal Usul Padi (Sumatera Utara)
Alkisah, di Tanah Karo, Sumatera Utara, berdiri sebuah negeri yang mengalami kemarau panjang. Di antara penduduk negeri tersebut, tampak seorang anak laki-laki yang sudah yatim bernama si Beru Dayang, sedang menangis meminta makan di pangkuan ibunya. Ibunya sedih tetapi tidak bisa melakukan apa-apa. Semakin lama tubuh si Beru Dayang semakin lemas hingga akhirnya meninggal. Sejak kepergian anaknya, kesedihan sang ibu semakin bertambah. la pun memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan terjun ke sungai yang dalam. Tak seorang pun warga yang mengetahui kejadian itu.
Beberapa bulan telah berlalu, musim kemarau belum juga berakhir. Di tengah padang yang kering kerontang tampak dua orang anak kecil sedang mengais-ngais tanah mencari umbi-umbian. Tiba-tiba, salah seorang dari mereka menemukan buah berbentuk bulat sebesar buah labu. Akhirnya, kedua anak tersebut membawa pulang buah itu untuk ditunjukkan kepada orangtua mereka. Ternyata orangtua maupun seluruh warga negeri itu tidak ada yang mengenali buah itu. Sang raja yang mendapat laporan dari salah seorang warga pun berkenan datang untuk melihatnya.
Saat raja dan para penduduk berkumpul melihat buah itu, tiba-tiba terdengar suara dari angkasa yang mengatakan bahwa buah itu adalah jelmaan seorang anak laki-laki kecil yang bernama si Beru Dayang. Suara itu juga memerintahkan penduduk untuk menanamnya dengan baik agar kelak bisa menjadi makanan. Tidak hanya itu, suara tersebut juga mengatakan bahwa Beru Dayang sangat merindukan ibunya dan meminta untuk dipertemukan dengan ibunya yang telah menjelma menjadi ikan di sungai. Jika semua itu dilakukan, maka seluruh penduduk negeri itu tidak akan kelaparan lagi, ujar suara ajaib itu. Sang raja pun memerintahkan untuk melaksanakan pesan yang disampaikan oleh suara itu. Setelah genap tiga bulan, buah tanaman itu pun menguning dan siap untuk dipanen. Setelah dipanen, buah itu kemudian mereka jemur dan tumbuk untuk memisahkan kulit dengan isinya, kemudian dimasak. Ternyata, buah tanaman itu adalah padi. Untuk mempertemukan si Beru Dayang dengan ibunya, masyarakat Tanah Karo menyantap makanan bersama dengan ikan yang dipercaya sebagai penjelmaan dari ibu Beru Dayang.